Matahari kian menginggi namun panas
tak begitu menyengat, dibawah rimbun pepohonan jalan menuju ruang kelas terjadi
pertemuan yang tak pernah diharapkan, seorang akhwat yang mendekap beberapa
buku menghentikan langkahnya, ia sadar beberapa langkah di depannya berdiri
seseorang yang tak asing lagi baginya, seseorang yang akhir-akhir ini cukup
membuat ia risih dengan pesan singkat yang mengusiknya setiap hari.
“ Ada apa Akh? “ akhwat itu memulai
pembicaraan dengan nada tegas seperti biasanya
“ afwan saya minta tolong buatkan
surat peminjaman ruangan seperti biasa untuk sabtu ini “ jawab ikhwan itu
dengan nada sedikit gemetar. Jujur, bukan ini yang ingin ia bicarakan dan
sepertinya akhwat itupun menyadari, surat peminjaman ruangan itu hanya sekedar
alasan.
“ insyaAllah saya selesaikan hari
ini, seperti biasa nanti suratnya bisa di ambil di lemari sekertariat” akhwat
itu, gerak geriknya mengisyaratkan bahwa saat itu hatinya berbisik perlahan
agar ia segera pergi, akhirnya ia beranikan diri melangkah terlebih dahulu,
namun….
“ Tunggu ukh” ikhwan itu
menghentikan langkahnya, ia tahu bahwa akhwat di hadapannya ini bermaksud untuk
menghindar, selayaknya ia mengabaikan pesan singkat pesan singkatnya.
“ Apalagi? “ akhwat itu akhirnya
pasrah, karena sungguh hatinya bergemuruh detik itu, ia sadar ada rasa yang
salah berlabuh di hatinya, entah kapan namun ia sadar, ia telah Jatuh. Ia faham
teramat faham, maka dari itu dirinya berontak, melawan arus hatinya meski ia pun
tahu melakukan itu bukan hal yang mudah.
“ Mengapa Anti tak pernah lagi
membalas pesan saya? Soal Pesan singkat saya yang terakhir mohon di fikirkan
lagi ukh, Saya mohon Anti bersedia menunggu “ suaranya pelan, ada beban di
hatinya saat ia melontarkan kalimat itu
Akhwat itu masih berusaha menahan
gemuruh di hatinya, menguasai diri, dan berfikir. Ia sebenarnya tahu, kejadian
ini pasti terjadi meski selalu ia hindari. Kata itu “Menunggu” keluar dari
lisan seseorang yang hatinya mudah
sekali berubah-ubah cukup mengusiknya akhir-akhir ini, Sebelum ini ia menerima
pesan singkat yang menanyakan kesediaannya menunggu dari orang yang saat ini
ada di hadapannya, hingga akhirnya ia memilih menghindar meski ia tahu ini
bukan langkah yang paling tepat.
Akhirnya ia menatap wajah seseorang
di hadapannya itu dengan ekspresi yang biasa saja, ia masih sanggup menahan
kemelut di hatinya yang terlanjur
merasakan perih dan sesak, kemudian detik-detik pun berlalu, namun perih dan
sesak belum berangsur hilang. Namun ia paksakan dirinya bicara, perlahan
suaranya memecah keheningan
“ Sungguh Akh, Menunggu memang tidak
mudah namun insyaAllah saya sanggup, tapi apa Allah suka? Apa Allah akan ridho
dengan apa yang kita lakukan?. Afwan Akh, Sekalipun saya harus melihat antum
pergi dengan mata kepala saya sendiri insyaAllah saya Ikhlas apabila memang
Allah suka dan Allah ridho, saya percaya Allah sudah siapkan takdir setiap
mahluknya termasuk saya dan Antum akh, tapi pertanyaannya apa Allah suka kita
mendahului ketetapannya? Saya hidup karena kasih sayang Allah dan saya tak
mungkin mengkhianati Allah dengan mendahului ketetapannya, jika memang belum
waktunya kita hanya perlu saling mengikhlaskan akh, sederhana bukan? “
Seseorang di hadapannya pun hanya
bisa mematung, tak keluar lebih banyak kata darinya, jawaban akhwat itu cukup
menghujam hatinya hingga ia tak berdaya lagi.
“ Afwan saya masih ada kelas,
Assalamu’alaikum”
Akhwat itu pun melangkah pergi melewati
ia yang masih tak beranjak dari tempatnya berdiri
“ Waalaikumussalam” Jawab Ikhwan itu
lirih, akhwat yang ada beberapa langkah di belakangnya kini masih bisa
mendengar jawaban doa yang berupa salam itu.
Akhwat itu memegang erat buku-buku
yang ada di dekapnya , tak terasa butir butir bening dari ujung matanya mulai
menganak sungai , ia sudah tak kuasa membendungnya terlalu lama, detik pun
berlalu tak perlu menunggu lama ia menyeka airmata yang meninggalkan jejak di
pipinya.
tak banyak yang tahu saat itu, yang hadir hanya ia, Allah dan
daun-daun yang gugur dengan anggun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar