Rabu, 04 Oktober 2017

Mewarnai Atau Terwarnai





Assalamu’alaikum wr wb teman teman

Akhirnya ada mood untuk nulis “Rada” panjang lagi setelah sekian lama


Okay let’s start it

Berhubung karena saya baru masuk perguruan tinggi, jadi ada lembaran baru, new part of life , new environtment , new atmosphere, new Friends, dan banyak ‘Picaritaeun’.
Setelah sekian lama meskipun udah lulus setahun lebih, masih berada di lingkungan STM yang relative ‘Kondusif’ ,zona nyaman banget banget , kenalnya ya anak anak rohis doang yang ngaji sama si aku atau paling banter temen temen ngaji juga atau temen temen alumni.

Dan ketika masuk ke lingkungan baru rasanya….. “Bssssssss…..” berasa ada di tempat yang bener bener asing, udah mah ga ada yang kenal sama sekali, dan atmosfernya jelas beda.

Di inget inget waktu pas ospek , pas wudhu sama pas mau masuk mesjidnya kudu hati hati banget , bisi batal ditengah tengah jalan sebelum sholat T-T, dan kaki sangat tidak aman. *kakoskaki mana kaoskaki*

Dan di tilik tilik gaada yang mencoba untuk melindungi kakinya , pas make kaoskaki secepat mungkin malah di tanyain “ih kaoskakinya pakenya nanti aja atuh” *ngehuleng sakejap*

                                                                        *****

FYI saya jadi maba di umur yang genap 20 tahun *maba kolot ayey* jadi temen temen saya yang kuliah pasti udah jadi tk2 atau tk3 di kampusnya, intinya mereka pasti udah lebih awal merasakan atmosfer berbeda yang ada di Perguruan tinggi.

Saya pernah ngerasa bingung ketika ngelihat temen temen yang kuliah pada tiba tiba berubah, ada yang jadi lebih oces, ada yang jadi lebih kritis, ada yang lebih ekspresif setelah kuliah padahal asalnya enggak kaya gitu.

Dan…… sekarang saya ngerti kenapa itu semua bisa terjadi hehehe, karena “Sedikit banyak lingkungan itu mewarnai kita” temen temen.

Jika lingkunyannya baik ya Alhamdulillah kita bisa terbawa menjadi lebih baik meskipun sedikit misalnya, Tapi…. Jika lingkungan baru kita itu tidak lebih baik atau kasarnya ‘Buruk’ ya sedikit banyak itupun memengaruhi kita.

Dan teman teman, sekarang makin berasa rasanya teori soal Mewarnai dan Terwarnai, dulu rasanya mungkin agak sedikit lebih ringan untuk menasihati teman soal masalah ini, namun ketika saya sekarang merasakan nya lagi rasanya ternyata lumayan beda hehehe. Jadi masih harus lebih menguatkan iman lagi agar selalu istiqomah, ternyata benar bahwa Setelah ada Iman ada istiqomah yang di pertanyakan. 

Dan soal Mewarnai dan Terwarnai itu kita yang menentukan, akankah kita bisa bertahan dengan prinsip kita dan turut mewarnai lingkungan kita dengan Dakwah , atau justru sebaliknya



Note : Sampai saat ini belum ketemu sama temen yang bisa istiqomah “pake kaoskaki” belum juga nemuin temen yang bisa bareng bareng membumikan dakwah di kampus “Siliwangi” di angkatan saat ini lebih tepatnya. insyaAllah it will start very soon


Thankyou for Attention
Wasalamu’alaikum Wr Wb


Catatan Dakwah Mahasiswa

Arin Sri Mentari 

Kamis, 29 Desember 2016

Aku dan Kamu Beda Bahasa



Kau tahu ada yang ku sembunyikan di balik senyumku
dan Aku tahu kau coba menterjemahkannya
Namun bagaimana bisa?
Yang aku tahu apabila kau benar benar bisa menterjemahkan, itu seperti kamu terjemahkan  satu tambah satu samadengan dua
Terbatas logika yang hanya kau coba caritahu jawabannya seperti Matematika

Kita sama namun seperti beda bahasa
Atau lebih tepatnya kita tak bisa saling faham
Karena bahasamu bahasa logika
Sedang aku berbahasa dengan rasa

Tentang Kata dan Canda
Saat kamu berfikir kata hanya tentang logika
Namun yang aku tahu kata adalah tentang rasa
Mungkin candaan bagimu hanya sekedar pengundang tawa
Namun bagiku candaan dapat menyiratkan rasa di setiap kata

Maka dari itu kamu jangan bermain-main dengan Kata apalagi dengan Canda
Sebab aku sendiri tak selalu bisa bertahan dengan mereka berdua
Sebab kita beda bahasa
Dan akan selalu ada celah dimana kita berbeda penafsiran
Hingga akhirnya mengundang rasa pada salah satu pemeran
Dan ia pun datang, jika tidak datang padaku maka ia akan datang padamu

Dan jujurku katakan padamu , Ia lebih senang datang kepadaku 

Senin, 26 Desember 2016

Halalkan atau Ikhlaskan



Matahari kian menginggi namun panas tak begitu menyengat, dibawah rimbun pepohonan jalan menuju ruang kelas terjadi pertemuan yang tak pernah diharapkan, seorang akhwat yang mendekap beberapa buku menghentikan langkahnya, ia sadar beberapa langkah di depannya berdiri seseorang yang tak asing lagi baginya, seseorang yang akhir-akhir ini cukup membuat ia risih dengan pesan singkat yang mengusiknya setiap hari.

“ Ada apa Akh? “ akhwat itu memulai pembicaraan dengan nada tegas seperti biasanya

“ afwan saya minta tolong buatkan surat peminjaman ruangan seperti biasa untuk sabtu ini “ jawab ikhwan itu dengan nada sedikit gemetar. Jujur, bukan ini yang ingin ia bicarakan dan sepertinya akhwat itupun menyadari, surat peminjaman ruangan itu hanya sekedar alasan.

“ insyaAllah saya selesaikan hari ini, seperti biasa nanti suratnya bisa di ambil di lemari sekertariat” akhwat itu, gerak geriknya mengisyaratkan bahwa saat itu hatinya berbisik perlahan agar ia segera pergi, akhirnya ia beranikan diri melangkah terlebih dahulu, namun….

“ Tunggu ukh” ikhwan itu menghentikan langkahnya, ia tahu bahwa akhwat di hadapannya ini bermaksud untuk menghindar, selayaknya ia mengabaikan pesan singkat pesan singkatnya.

“ Apalagi? “ akhwat itu akhirnya pasrah, karena sungguh hatinya bergemuruh detik itu, ia sadar ada rasa yang salah berlabuh di hatinya, entah kapan namun ia sadar, ia telah Jatuh. Ia faham teramat faham, maka dari itu dirinya berontak, melawan arus hatinya meski ia pun tahu melakukan itu bukan hal yang mudah.

“ Mengapa Anti tak pernah lagi membalas pesan saya? Soal Pesan singkat saya yang terakhir mohon di fikirkan lagi ukh, Saya mohon Anti bersedia menunggu “ suaranya pelan, ada beban di hatinya saat ia melontarkan kalimat itu

Akhwat itu masih berusaha menahan gemuruh di hatinya, menguasai diri, dan berfikir. Ia sebenarnya tahu, kejadian ini pasti terjadi meski selalu ia hindari. Kata itu “Menunggu” keluar dari lisan  seseorang yang hatinya mudah sekali berubah-ubah cukup mengusiknya akhir-akhir ini, Sebelum ini ia menerima pesan singkat yang menanyakan kesediaannya menunggu dari orang yang saat ini ada di hadapannya, hingga akhirnya ia memilih menghindar meski ia tahu ini bukan langkah yang paling tepat.

Akhirnya ia menatap wajah seseorang di hadapannya itu dengan ekspresi yang biasa saja, ia masih sanggup menahan kemelut di  hatinya yang terlanjur merasakan perih dan sesak, kemudian detik-detik pun berlalu, namun perih dan sesak belum berangsur hilang. Namun ia paksakan dirinya bicara, perlahan suaranya memecah keheningan

“ Sungguh Akh, Menunggu memang tidak mudah namun insyaAllah saya sanggup, tapi apa Allah suka? Apa Allah akan ridho dengan apa yang kita lakukan?. Afwan Akh, Sekalipun saya harus melihat antum pergi dengan mata kepala saya sendiri insyaAllah saya Ikhlas apabila memang Allah suka dan Allah ridho, saya percaya Allah sudah siapkan takdir setiap mahluknya termasuk saya dan Antum akh, tapi pertanyaannya apa Allah suka kita mendahului ketetapannya? Saya hidup karena kasih sayang Allah dan saya tak mungkin mengkhianati Allah dengan mendahului ketetapannya, jika memang belum waktunya kita hanya perlu saling mengikhlaskan akh, sederhana bukan? “

Seseorang di hadapannya pun hanya bisa mematung, tak keluar lebih banyak kata darinya, jawaban akhwat itu cukup menghujam hatinya hingga ia tak berdaya lagi.

“ Afwan saya masih ada kelas, Assalamu’alaikum”

Akhwat itu pun melangkah pergi melewati ia yang masih tak beranjak dari tempatnya berdiri

“ Waalaikumussalam” Jawab Ikhwan itu lirih, akhwat yang ada beberapa langkah di belakangnya kini masih bisa mendengar jawaban doa yang berupa salam itu.


Akhwat itu memegang erat buku-buku yang ada di dekapnya , tak terasa butir butir bening dari ujung matanya mulai menganak sungai , ia sudah tak kuasa membendungnya terlalu lama, detik pun berlalu tak perlu menunggu lama ia menyeka airmata yang meninggalkan jejak di pipinya.

tak banyak yang tahu saat itu, yang hadir hanya ia, Allah dan daun-daun yang gugur dengan anggun. 

Senin, 12 Desember 2016

Rasulullah apa kami benar benar rindu?




Ia bukanlah hamba biasa

Kekasih yang lama di rindui

Hamba yang menjadi Utusan Untuk memimpin Umat

Hamba piihan Allah dengan pribadi sempurna

Insan yang mulia yang sangat Allah Cinta


Mengemban Risalah

Menyampaikan Amanah

Menasihati Umat

Meninggalkan Umat diatas Mahnaj yang jelas hingga malamnya bagai siang yang terang benderang


Tauladan terbaik bagi umat yang senantiasa mengharap rahmat

Berakhlak Qur’an

KarenaNya manusia di selamatkan dari kesesatan dan  di tujukan jalan lurus, jalan Allah yang menguasai langit dan bumi

Insan terbaik yang paling di cinta seluruh mahluk di bumi maupun di langit


Pernahkah kita menyebut namanya lirih ? dalam Do’a-do’a kita meminta Syafaatnya ?

untukmu yang mengaku rindu

masihkah hatimu bergetar saat namanya kau sebut dalam Sholatmu?

pernahkah kau sebut namanya Lirih

kemudian detik itu airmata mu membasahi pipi 


Ia Kekasih Allah

Yang bahkan di detik detik terakhir di hidupnya begitu mengkhawatirkan kita sebagai Umatnya


Umatku, Umatku, Umatku

Ia yang telah mengantarkan kita menuju cahaya


Ya Rasulullah, apa kami sebenarnya selama ini benar benar rindu atau hanya pura pura rindu ?

Kami berkata ingin sekali berada di surga bersama denganMu kelak

Namun tak ada itikad, tak bisa mengorbankan apa yang kami cinta

Adapun kami berusaha bukan karena kami merindu surga atau merindukan engkau ya Rasulullah

Hati kami masih terpaut dunia

Harta, Jabatan, Kedudukan, Pangkat, Kehormatan, rasa kagum manusia

Kami memang melakukan hal yang sama denganmu

Berdiri di atas mimbar, memberi petuah nasihat dan mengingatkan perihal ketaqwaan

Tapi kerap kali ada niat yang seringkali tak sejalan karena nafsu duniawi

Padahal kami tahu, sangat tahu

Kau insan yang tulus dan lurus , mengemban amanah atas risalah

Niatmu mendedikasikan seluruh hidupmu untuk Dakwah di jalan yang di rihoiNya

Sedangkan kami yang sibuk mengaku Rindu

Lupa


Pengejawantahan rindu itu akan lebih berarti jika kami meneladanimu 




Cimahi, 12 Rabiul Awal 1438

Kamis, 24 November 2016

Pemangkas Jarak



Helai daun berguguran tertawa

Aku memandang ia sinis, merapal kesal

Gumpal awan di atmosfer menari nari

Perlahan mengulur jarak per satuan waktu


Maaf aku kalah, meski tak menyerah

Meski tertatih menahan rasa, menekan nafsu, menikam hatiku saat rindu datang

Jujur ada waktu dimana aku ingin menyapamu

Menanyakan kabarmu

Memastikan kau selalu dalam dekap-Nya

Meski aku, hingga detik ini hanya menyimpannya dalam dalam

Jemari tangan telah siap menyapa melalui pesan , namun akhirnya hanya diam 


Aku malu , karena se-hening apapun aku, Allah tahu

Seberapa sibuk aku merapal doa dalam sepi di ruang paling tersembunyi dalam hati

Dan Allah tahu hening suaraku berubah jadi getar

Allah tahu getarnya merambat sampai kembali ke hatiku

Frekuensinya semakin tinggi dan semakin bising

Allah lah saksi bahwa hening-ku semu


Rindu memang tak selalu datang

Namun ia selalu sukses menjadi pemangkas jarak

Membuat semua kuasa seakan sia-sia

Aku masih kuasa untuk mengatur jarak

Namun Rindu, Selamat

Kini kau telah berhasil memangkas jarak yang aku buat